Belum minta restu Sudirman

Picture1

Melihat Harian Detik Pagi (foto atas) beberapa jam lalu, saya pun akhirnya menemukan alasan mengapa Tim Indonesia belum pernah kembali menjuarai Piala Sudirman setelah 1989. Ternyata alasannya karena Tim Indonesia belum pernah berziarah ke Makam Pak Sudirman. Mereka melupakan Almarhum Mantan Ketua Umum PBSI yang namanya diabadikan sebagai nama Piala kejuaraan beregu campuran bergengsi tertinggi di dunia bulutangkis itu.

“Wajar kalau Piala Sudirman enggak kembali ke sini. Pemain saja ogah ziarah ke maklam Bapak,” begitu ucap M. Yusuf, pria penjaga pemakaman umum Tanah Kusir, pemakaman dimana Sudirman dikebumikan. Pria itu terkejut ketika Detik berziarah ke makam itu, pasalnya selama beberapa tahun, belum pernah ada orang yang datang ke makam itu lagi (Habis manis sepah dibuang). “Sudah lama tidak ada orang yang berkunjung ke mari,” begitu ujar Yusuf mengawali wawancara.

Menurut Harian Detik itu, makam Sudirman terlihat kurang terawat. Rumput diatas pusara memang tidak tinggi (dirawat Pak Yusuf), tapi batu nisan bertuliskan ‘Drs. Sudirman. Lahir di Pematang Siantar 29-04-1922 dan meninggal di 10 Juni 1986’ itu mulai terkikis dan rompal. Kata Yusuf, makam itu terakhir kali dikunjungi oleh putri sulung Pak Sudirman, yakni Ibu Oot. Tapi setelah Ibu Oot tidak ada, makam itu sepi pengunjung.

Dari pihak PBSI sendiri, Yusuf mengaku sudah cukup lama tidak ada yang berkunjung. “Kalau dari PB PBSI malah lebih lama lagi enggak kesini. Joko Santoso kemari satu kali,” begitu ucap Yusuf menambahkan. Selama ini kita terlalu jahat karena selalu menjelek-jelekan Pak Joko Santoso karena kita menganggap beliau yang nyebabin turunnya prestasi Bulutangkis Indonesia, padahal dia yang lebih ingat sama Pak Sudirman. Untuk kalangan atlet, Yusuf mengatakan yang terakhir datang ke makam Sudirman adalah para atlet yang satu generasi dengan Susi Susanti dan Mia Audina.

23 tahun mengabdi

Dedikasi Sudirman untuk Bulutangkis tentu tidak perlu diragukan. Ia bahkan didaulat sebagai Ketua Umum PBSI selama 23 tahun (terlama dalam sejarah PBSI hingga kini). Di masa kepemimpinannya, Indonesia berhasil mendominasi bulutangkis dunia. Ini bisa dilihat dari prestasi para pemain Indonesia kala itu, contohnya Rudy Hartono yang menjadi Juara All England sebanyak 8 kali (dimana 7 kali diraih berturut-turut) hingga duet ganda putra tangguh seperti Ade Chandra-Christian Hadinata dan Tjun Tjun-Johan Wahyudi yang mampu mendominasi nomor ganda putra dengan pola permainan cepatnya pada masa itu (pola itu ditiru oleh berbagai negara).

Di kancah internasional, nama Sudirman menjadi sangat terkenal ketika ia menjadi pembuka jalan Bulutangkis untuk masuk ke Olimpiade. Di tahun 1972, Bulutangkis menjadi olahraga eksebisi di Olimpiade dan harusnya, di edisi Olimpiade berikutnya (1976), Bulutangkis dipertandingan. Namun, IOC saat itu belum menyetujui. Dan rumor yang beredar saat itu, Bulutangkis tidak bisa masuk karena ada 2 organisasi bulutangkis berbeda, yakni IBF (kubu yang diakui) dan WBF (China dkk).

Dengan diplomasi Sudirman, IBF dan WBF akhirnya bersatu. Bulutangkis pun memulai asa dipertandingkan di Olimpiade pada demonstrasi tahun 1988 dan dipertandingkan resmi pada 1992. Demi menghormati jasanya yang sangat besar itu, nama Sudirman dilekatkan di Piala kejuaraan beregu paling bergengsi yang kini kita kenal dengan nama Piala Sudirman.

Sepanjang 2 tahun usia Blog ini, Editorial ini menurut duaribuan yang paling berkesan. Jika anda setuju dengan saya, share Editorial ini ke atlet-atlet hingga para petinggi PBSI dengan harapan mereka bisa berziarah ke Makam Pak Sudirman sebelum berangkat ke Kuala Lumpur, 15 Mei nanti. Menurut saya ini bukan musyrik, ini suatu bentuk penghormatan..